Studi Ungkap Krisis Iklim Buat Turbulensi Pesawat Makin Ngeri

Studi Ungkap Krisis Iklim Buat Turbulensi Pesawat Makin Ngeri


Pesawat Singapore Airlines bernomor SQ321 rute London-Singapura mengalami turbulensi dahsyat yang mengakibatkan satu orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka. Pergantian Iklim disebut berkontribusi dalam insiden ini.

Menurut pihak maskapai, pesawat Boeing 777-300ER mengalami turbulensi Fantastis Sampai sekarang terpaksa mendarat darurat di Bandara Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Thailand, pada pukul 15.45 waktu setempat, Selasa (21/5).

Turbulensi biasanya terjadi ketika sebuah pesawat terbang melalui benturan udara yang bergerak dengan kecepatan yang sangat berbeda.


Turbulensi ringan dan Dalam proses mampu mengakibatkan penumpang merasakan ketegangan pada sabuk pengaman mereka. Sementara itu, turbulensi yang parah dapat membuat perjalanan yang bergelombang, dan dalam Tindak Kejahatan terburuk dapat menyebabkan kerusakan, Cidera dan kematian.

Sebuah penelitian yang dilakukan para peneliti di Reading University, Inggris, menunjukkan turbulensi semakin parah akibat krisis iklim.

Studi yang terbit di jurnal Advancing Earth and Space Sciences itu mengungkap turbulensi parah meningkat 55 persen dari tahun 1979 Sampai sekarang 2020, karena perubahan kecepatan angin di ketinggian.

“Proyeksi masa depan terbaru kami mengindikasikan dua kali lipat atau tiga kali lipat dari turbulensi parah di aliran jet dalam beberapa dekade mendatang, Bila iklim terus berubah seperti yang kita perkirakan,” kata Profesor Paul Williams, salah satu penulis studi.

Sekalipun, ia mengatakan Sekalipun demikian tampaknya ada korelasi yang kuat, masih diperlukan lebih banyak penelitian.

“Masih terlalu dini untuk menyalahkan Pergantian Iklim secara Tidak mungkin tidak atas peningkatan turbulensi yang terlihat baru-baru ini. Meningkatnya liputan media, yang dibantu oleh rekaman video dalam penerbangan dari telepon genggam penumpang, Bisa jadi menjadi salah satu faktornya,” tambah Williams.

Sejak tahun 2013, para peneliti melakukan observasi yang menyoroti jenis turbulensi yang disebut clear-air turbulence atau “turbulensi udara jernih”, yang berbeda dengan turbulensi biasa. Turbulensi ini terjadi secara tiba-tiba dan sulit dihindari.

Turbulensi udara jernih Merupakan bentuk udara kasar yang tidak terlihat dan tidak terdeteksi oleh radar cuaca dalam penerbangan dan sulit untuk diperkirakan.

Hal ini tidak ada hubungannya dengan awan dan badai, melainkan dihasilkan oleh pergeseran angin atau windshear (variasi angin Sesuai ketentuan ketinggian) yang sebagian besar terkonsentrasi pada aliran jet.

Mengutip The Conversation, windshear pada aliran jet sendiri diketahui Sudah meningkat sebesar 15 persen sejak satelit mulai mengamatinya pada tahun 1979. Peningkatan lebih lanjut sekitar 17 persen – 29 persen diperkirakan terjadi pada tahun 2100.

Peningkatan ini terjadi secara konsisten dengan Pergantian Iklim yang menyebabkan pemanasan lebih lanjut sehingga Memanfaatkan perbedaan suhu dan menghasilkan pergeseran angin di bagian atas atmosfer.

Hal tersebut menunjukkan bahwa turbulensi udara jernih dapat terjadi cukup kuat untuk menimbulkan risiko Cidera yang berlipat ganda atau tiga kali lipat frekuensinya dari turbulensi biasa.

Dampak kian terasa

Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Nelson, pramugari dari maskapai terbang United, mengungkap dampak dari Pergantian Iklim terhadap turbulensi ini Akan segera terlihat jelas dalam waktu bertahun-tahun, dan tentunya dapat dengan kondisi yang lebih buruk.

“Hal ini Tidak mungkin tidak saja bersifat anekdot, Sekalipun sejak Badai Katrina dan seterusnya, tampaknya Sudah terlaksana peningkatan aktivitas turbulensi, terutama turbulensi yang datang tanpa peringatan,” kata Nelson melansir dari CNN.

Diperkirakan, nantinya turbulensi udara jernih Akan segera meningkat secara signifikan di seluruh dunia pada periode 2050-2080, termasuk di beberapa kawasan, termasuk Amerika Utara, Atlantik utara, dan Eropa.

Oleh karena itu, menjaga sabuk pengaman tetap terpasang setiap saat duduk Merupakan Tips Unggul untuk meminimalkan risiko Cidera akibat turbulensi yang terjadi.

Menurut Pusat Penelitian Atmosfer Nasional, turbulensi sebagai Dalang utama kerugian maskapai penerbangan AS dapat mencapai angka $500 juta per tahun.

“Ada skala untuk mengukur seberapa kuat turbulensi,” kata Williams.




Foto: CNN Indonesia/Agder Maulana
9 Bukti Pemanasan Global itu Nyata

Menurut Williams, dalam penelitiannya, sekitar 65.000 pesawat mengalami turbulensi Dalam proses setiap tahunnya di AS, dan sekitar 5.500 dari total pesawat tersebut mengalami turbulensi parah.

Williams meyakini angka-angka ini Akan segera terus bertambah, terlebih dengan adanya Pergantian Iklim yang diklaim Bahkan mampu menyebabkan turbulensi.

“Kami menjalankan beberapa simulasi komputer dan menemukan bahwa turbulensi yang parah dapat meningkat dua atau tiga kali lipat dalam beberapa dekade mendatang,” katanya.

(rni/dmi)


Sumber Refrensi Berita : CnnIndonesia > Studi Ungkap Krisis Iklim Buat Turbulensi Pesawat Makin Ngeri