Bisnis  

Saat Buruh-Pengusaha Satu Suara Kritik Tapera

Saat Buruh-Pengusaha Satu Suara Kritik Tapera


Pengusaha dan pekerja satu suara mengkritik pelaksanaan Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Kritik mereka layangkan usai Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada tanggal 20 Mei 2024.

Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) misalnya menyebut kebijakan itu otoriter.


Ketua Umum Konfederasi KASBI Sunarno mengatakan serikat buruh tidak pernah diajak dialog oleh pemerintah untuk membahas Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.

“Sangat jelas pemerintah memutuskan aturan tersebut secara sepihak. Prinsip hak berdemokrasi dan musyawarah justru tidak dilakukan,” kata Sunarno saat dihubungi, Selasa (28/5).

Ia menilai pemerintah terlalu gegabah membuat PP 21. Padahal, kata Ia, pemerintah tidak memahami mayoritas kesulitan yang dihadapi kaum buruh selama ini.

Sunarno menyinggung soal upah rendah, status kerja rentan dan mudah di Pemutusan Hubungan Kerja, pemberangusan serikat buruh, maraknya sistem kerja outsourcing Sampai sekarang K3 yang buruk.

Ia Bahkan mengatakan potongan-potongan gaji buruh Di waktu ini Bahkan Pernah berlangsung sangat besar. Tidak sebanding dengan besaran kenaikan upah buruh yang dinilai sangat kecil.

“BPJS Kesehatan 1 persen, Jaminan Hari Tua 2 persen, Jaminan Pensiun 1 persen, PPH 21 (take home pay) 5 persen dari PTKP, potongan koperasi, dan lain-lain. Ditambah Tapera 2,5 persen dari buruh. Sehingga Seandainya upah buruh 2 juta sampai 5 juta/bulan. Maka potongan upah buruh bisa mencapai Rp250 ribu-Rp400 ribu per bulan,” katanya.

Sunarno Bahkan menilai potongan tapera Pernah berlangsung jelas membebani buruh, mengingat buruh Bahkan tidak langsung mendapatkan rumah dalam waktu Mudah.

Ia mengatakan Pemerintah seharusnya fokus untuk pengadaan rumah bagi buruh dari anggaran negara. Bukan malah memotong gaji buruh yang kecil tersebut sebagai modal Penanaman Modal.

KASBI pun meminta PP yang mengatur soal tapera itu untuk dicabut

“Kami mencurigai pemotongan gaji untuk Tapera tersebut hanyalah modus politik untuk kepentingan modal politik dan kekuasaan rezim oligarki,” katanya.

Segendang sepenarian dengan buruh, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tegas menolak Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), apalagi sampai ‘memaksa’ pekerja swasta menjadi peserta.

Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menegaskan bahkan sejak awal munculnya Perundang-Undangan Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, Apindo dengan tegas keberatan diberlakukannya aturan tersebut.

“Tabungan Perumahan Rakyat, Apindo dengan tegas keberatan diberlakukannya Perundang-Undangan tersebut,” bunyi pernyataan resmi yang dikeluarkan Shinta, Selasa (28/5).

Karena itu, ia meminta pemerintah kembali mempertimbangkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang ditetapkan pada 20 Mei 2024.

Desakan itu ia suarakan karena Tapera tidak diperlukan. Menurutnya, untuk Mendukung pembiayaan perumahan bagi rakyat, pemerintah Pada dasarnya bisa memanfaatkan dana potongan BPJS Ketenagakerjaan yang selama ini Pernah berlangsung dipotong dari gaji pekerja.

“Pemerintah diharapkan dapat lebih Memanfaatkan dana BPJS Ketenagakerjaan,” ujar Shinta.

Shinta mengatakan ada total aset JHT sebesar Rp460 triliun. Sejalan dengan PP Nomor 55 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, aset Jaminan Hari Tua (JHT) 30 persen dana itu bisa dimanfaatkan untuk program MLT (Manfaat Layanan Tambahan) perumahan pekerja.

Artinya, 30 persen itu mencapai Rp138 triliun.

“Dana MLT yang tersedia sangat besar dan sangat sedikit pemanfaatannya,” ungkap Shinta.

Ia merinci, ada empat manfaat JHT untuk perumahan:

Pinjaman KPR sampai maksimal Rp500 juta
Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMO) sampai dengan Rp150 juta
Pinjaman Renovasi Perumahan (PRP) sampai dengan Rp200 juta
Fasilitas Pembiayaan Perumahan Pekerja/Kredit Konstruksi (FPPP/KK).

Shinta menambahkan pemberlakuan Program Tapera justru Menyajikan beban baru tak hanya bagi pekerja tapi Bahkan pengusaha.

Shinta mengatakan Di waktu ini Bahkan beban pungutan yang Pernah berlangsung ditanggung pemberi kerja sebesar 18,24 persen- 19,74 persen dari penghasilan pekerja. Beban ini semakin berat dengan adanya depresiasi IDR dan melemahnya permintaan pasar.

Beban itu katanya Berencana meningkat kalau Tapera diberlakukan. Pasalnya, selain Tapera, pengusaha Bahkan Wajib membayar iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan karyawan.

Beban iuran tersebut dengan rincian berikut:

1. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang terdiri dari Jaminan Hari Tua 3,7 persen, Jaminan Kematian 0,3 persen, Jaminan Kecelakaan Kerja 0,24 persen-1,74 persen dan Jaminan Pensiun 2 persen.
2. Jaminan Sosial Kesehatan Dengan kata lain Jaminan Kesehatan sebesar 4 persen.
3. Cadangan Pesangon yang besarannya sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 24/2004 Sesuai ketentuan perhitungan aktuaria sekitar 8 persen.

(ldy/agt)



Sumber Refrensi Berita : CnnIndonesia > Saat Buruh-Pengusaha Satu Suara Kritik Tapera