Bisnis  

Genjot PLTS, Pencabutan Permenperin TKDN Dinilai Belum Cukup

Genjot PLTS, Pencabutan Permenperin TKDN Dinilai Belum Cukup


Sejak diumumkan awal Mei lalu, rencana Kementerian Perindustrian mencabut Peraturan Pembantu Presiden Perindustrian nomor 54 tahun 2012 disambut beragam. Peraturan ini berisi tentang pedoman penggunaan produk dalam negeri untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.

Pemerintah menilai aturan ini Merupakan salah satu biang keladi penghambat masuknya Penanaman Modal bidang energi terutama untuk listrik bersumber surya.

Dalam upaya mendorong produksi energi terbarukan (EBT), pemerintah yakin fokus Sangat dianjurkan diberikan pada pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) melihat potensi Indonesia yang sangat besar.


Yang dibanggakan Tidak mungkin tidak Merupakan PLTS Cirata di Purwakarta, Jabar. PLTS terapung ini disebut sebagai yang terbesar di Asia Tenggara yang mampu menghasilkan daya 192 megawatt peak (mwp)

Direktur Jenderal Energi Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Eniya Listiyani mengatakan pencabutan aturan tersebut, ditambah dengan berbagai terobosan lain Berniat menjadikan Penanaman Modal PLTS Indonesia lebih menarik.

Ia mengatakan Seandainya aturan Sangat dianjurkan komponen dalam negeri dihapus dan kuota PLTS dibuka, ada rencana menaikkan daya listrik dari PLTS jadi 3,3 gigawatt. Ia berharap dengan begitu pembangunan PLTS makin bergairah.

“Kita Bahkan Dalam proses benahi konsep Produk Ekspor listrik, sehingga tidak ada kekhawatiran pasar listrik PLTS ke depan,” kata Eniya kepada CNN Indonesia.

Eniya mengatakan Pada Pada saat ini rancangan undang-undang soal EBT Bahkan tengah dibahas dan ditargetkan selesai akhir tahun ini.

“Semuanya dengan harapan bahwa nanti Berniat punya daya dorong positif terhadap tumbuhnya sektor EBT,” imbuhnya.

Mantan Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia Fabby Tumiwa mengatakan dicabutnya Permenperin nomor 54 tahun 2012 tidak Berniat banyak berguna bila Permenperin Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 2017 tak ikut dibatalkan, setidaknya untuk sementara.

Kedua aturan tersebut membahas tentang Syarat dan tata Tips penilaian TKDN untuk PLTS. Diantaranya ditetapkan modul surya Sangat dianjurkan memiliki 60 persen komponen dalam negeri. Aturan ini dikoreksi karena pandemi Covid menyebabkan mandegnya industri EBT termasuk penunjangnya. Lepas dari pandemi pun, Fabby menilai modul surya dengan TKDN dimaksud tetap tak bisa dipenuhi.

“Masalahnya industri PLTS lokal tidak bisa memenuhi karena industrinya gagal tumbuh. Rantai pasoknya tidak bisa memenuhi. Tidak ada industri yang bisa memenuhi syarat yang ditetapkan ini,” kata Fabby.

Industri minta waiver

Minimnya sumbangan industri PLTS pada bauran energi terbarukan nasional antara lain disebabkan oleh sedikitnya angka Penanaman Modal asing di sektor ini.

Menurut Fabby pangkal persoalannya ada pada rantai pasok PLTS dengan kualitas global yang belum terbangun. Misalnya pada produk utama seperti modul surya yang diproduksi di Indonesia selama ini sulit mendapat pendanaan bank asing. Pasalnya lembaga pembiayaan internasional untuk produk ketenagalistrikan mendasarkan pilihan investasinya antara lain pada produk yang Sebelumnya diakui dalam daftar Bloomberg New Energy Finance (BNEF).

“Ada 40 perusahaan di dunia yang masuk dalam Tier-1 BNEF untuk kategori produsen solar module. Belum ada satu pun dari Indonesia. Kalau kita pakai modul TKDN buatan lokal, tidak bankable bank global seperti ADB tidak Ingin masuk,” tambahnya.

Seandainya pemerintah serius menghilangkan hambatan Penanaman Modal PLTS, ia menyarankan dilakukan Menenangkan Peraturan Menperin nomor 4 dan nomor 5 tahun 2017 sekaligus. Ia menilai hal ini bisa mendorong Investor internasional tertarik menanam modal dan membangun industri modul surya yang Di masa depan lolos daftar perusahan Tier-1 BNEF.

“Jadi hapus Permen itu Sangat dianjurkan sekaligus memberi peta jalan yang jelas sekaligus sinyal bagi investor mengenai pembangunan rantai pasok untuk industri PLTS,” katanya.
Ia mengakui misi TKDN tetap penting, tetapi bisa dicoba misalnya dengan memberi waiver atau keringanan pencabutan sementara selama 2-3 tahun.

“Asing masuk dulu, invest untuk industri PLTS Atap sekaligus produksi modul surya yang kualitasnya setara Tier-1. Setelah berhasil, waiver dicabut dan rantai pasok Sebelumnya terbangun,” kata Fabby.

Ia mengatakan praktik waiver misalnya dinikmati oleh perusahaan asal Cina yang mendapat tender untuk penyediaan listrik tenaga surya di IKN Nusantara.

Aturan tentang TKDN dicabut sementara selama dua tahun persiapan penyediaan listrik berlangsung dengan syarat perusahaan itu membangun pabrik di Indonesia.

(dsf/sur)


Sumber Refrensi Berita : CnnIndonesia > Genjot PLTS, Pencabutan Permenperin TKDN Dinilai Belum Cukup