Bisnis  

Gaji Dipotong Tapera tapi Dapat Apa?

Gaji Dipotong Tapera tapi Dapat Apa?


Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai penolakan, baik dari pihak pengusaha maupun pekerja. Kelompok pekerja kelas menengah merasa rugi menjadi peserta program, tetapi tak dapat keuntungan dari simpanan Wajib ini.

Maklum, program simpanan Wajib ini bakal memotong gaji karyawan sebesar 3 persen. Rinciannya, sebesar 0,5 persen ditanggung pemberi kerja, sisanya dibayar pekerja.

Karyawan perusahaan media massa berinisial R termasuk yang tak setuju pungutan ini. Sebab, simpanan Tapera tak menguntungkan baginya karena hanya bisa dimanfaatkan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).


Memang, meski pungutan Tapera menyasar seluruh pekerja yang gajinya minimal upah minimum, Tidak seperti manfaat untuk membeli atau merenovasi hunian hanya bisa diakses oleh MBR.

“Kemungkinan besar gue nggak Berniat bisa pake fasilitas pembiayaan (rumah) ini, karena memang pembiayaan rumah Tapera cuma bisa dipakai MBR kan? Jadi buat apa gua ikut setor kalau gua pun enggak bisa pake?” curhatnya kepada CNNIndonesia.com.

Belum lagi, kemarin ia sempat membaca berita temuan BPK soal dana Tapera Rp567 miliar belum dicairkan ke 124 ribu PNS pada 2021. Karenanya, R ragu simpanannya Terjamin dan bisa dicairkan saat pensiun.

“Melihat kasus-kasus sebelumnya, lalu ada Jiwasraya, BPJS Ketenagakerjaan, atau Asabri, Pernah bertahun-tahun gaji dipotong, eh ternyata uangnya nggak bisa dicairkan saat pensiun karena ada kasus,” keluhnya.

Karyawan swasta ini beranggapan Berniat lebih untung Bila mengelola uangnya sendiri. Imbal hasil pun bisa lebih maksimal.

“Lihat data hasil tabungan peserta PNS, gua merasa bisa dapat keuntungan yang lebih besar deh kalau mengelola uang sendiri,” ungkapnya.

Lagipula, pemerintah Pernah punya beberapa program lain yang Menyajikan fasilitas pembiayaan rumah. Menurutnya, program yang Pernah ada saja dimaksimalkan.

“Ada program BPJS Ketenagakerjaan yang nyediain pembiayaan rumah Bahkan. Kayanya pemerintah seharusnya lebih maksimalkan program ini sih,” harapnya.

Selain R, seorang PNS di Kementerian Keuangan berinisial G Bahkan tidak setuju Berniat pungutan ini karena tidak efektif kalau tujuannya membuat semua orang punya rumah. Konsepnya pun salah kaprah.

Menurutnya, solusi tepat penyediaan hunian yang tepat justru Menyajikan rumah sewa yang dikelola pemerintah.

“Justru harusnya solusinya itu penyediaan rumah sewa tapi dikelola pemerintah, Jepang seperti ini. Bahkan bukan rusun,” usulnya.

Menurutnya, tidak semua orang bisa memiliki rumah. Sekalipun memungkinkan, pemerintah Bahkan Wajib memberantas mafia tanah.

“Basmi mafia tanah, batasi kepemilikan tanah untuk tiap nama,” ujarnya.

Lulusan STAN ini Bahkan menilai dengan timpangnya Fluktuasi Harga tanah dan penghasilan, potongan 2,5 persen setiap bulan tidak efektif.

“Fluktuasi Harga tanah sama kenaikan penghasilan orang itu timpang, lebih Unggul naiknya harga tanah. Dari 1950 sampai 2024 misalnya, keuntungan harga aset di desa aja udah puluhan miliar bahkan,” katanya.

“Coba pikir, pakai standar gaji Pada Saat ini Bahkan, realistis nggak orang pribadi bisa punya aset harga segitu? Jadi, potongan 2,5 persen tiap bulan Berniat menghasilkan?” imbuh Abdi Negara itu.

Seorang karyawan BUMN migas berinisial N Bahkan merasa sasaran program Tapera seharusnya tidak semua karyawan bergaji minimal upah minimum. Sasaran peserta harusnya memang yang butuh tempat tinggal.

“Menurut gue Tapera ini enggak bisa dipukul rata sih, buat yang udah punya rumah urgensinya apa? Terus para pekerja yang udah Ingin mendekati pensiun apakah Ingin dikenakan Bahkan?” ujar N.

N Bahkan pesimis program ini manjur Membantu MBR bisa punya rumah Bila melihat harga properti Pada Saat ini Bahkan.

Ia tak melihat ada dampak positif simpanan Tapera terhadap kesejahteraan karyawan. Dana pensiun dan asuransi kesehatan dinilai opsi yang lebih Membantu.

“Sejauh ini gue masih belum paham kenapa adanya Tapera bisa Membantu kesejahteraan pekerja,” pungkasnya.

N meminta pemerintah mengkaji lagi pelaksanaan Tapera secara matang. Ia bersimpati pada pekerja-pekerja yang gajinya pas-pasan upah minimum, tetapi non-MBR.

“Yang gajinya mepet UMR itu udah terpakai untuk banyak keperluan, eh dipotong buat Tapera yang benefit-nya Bahkan kita enggak tau bakal kayak gimana,” jelasnya.

Menurutnya, kepemilikan rumah bukan urgensi setiap orang, terlebih bagi yang Pernah memiliki rumah. Jadi, pungutan Wajib Tapera tak menguntungkan bagi yang Pernah memiliki rumah.

“Buat yang Ingin-Ingin saja gitu lho. Yang Pernah punya rumah nyaman mah ngapain? Kalau pun gotong-royong, harusnya persetujuan dua pihak. Ini mah jatuhnya jadi pungutan yang kita aja benefit-nya enggak dapat,” keluhnya.

(num/pta)



Sumber Refrensi Berita : CnnIndonesia > Gaji Dipotong Tapera tapi Dapat Apa?